Wednesday, 21 August 2013
Sejarah Bank Rakyat Indonesia (BRI)
Bank Rakyat Indonesia (BRI) adalah salah satu bank milik pemerintah yang terbesar di Indonesia. Pada awalnya Bank Rakyat Indonesia (BRI) didirikan di Purwokerto, Jawa Tengah oleh Raden Bei Aria Wirjaatmadja dengan nama De Poerwokertosche Hulp en Spaarbank der Inlandsche Hoofden atau "Bank Bantuan dan Simpanan Milik Kaum Priyayi Purwokerto", suatu
lembaga keuangan yang melayani orang-orang berkebangsaan Indonesia
(pribumi). Lembaga tersebut berdiri tanggal 16 Desember 1895, yang kemudian dijadikan sebagai hari kelahiran BRI.
Raden Bei Aria Wirjaatmadja sebagai seorang patih di Kabupaten Purwokerto, suatu saat tercengang mendengar seorang Guru di wilayahnya yang ingin mengadakan sebuah pesta besar dengan cara berhutang kepada seorang rentenir Tionghoa dengan bunga yang sangat tinggi.
Raden Bei Aria Wirjaatmadja sebagai seorang patih di Kabupaten Purwokerto, suatu saat tercengang mendengar seorang Guru di wilayahnya yang ingin mengadakan sebuah pesta besar dengan cara berhutang kepada seorang rentenir Tionghoa dengan bunga yang sangat tinggi.
Sehingga Raden Bei Aria Wirajaatmadja
sebagai seorang priyayi dan juga pengurus kas masjid berpikir untuk membuat
sebuah lembaga bagi pegawai Pangreh Pradja agar tidak terjerat oleh
hutang dengan bunga yang tinggi. Maka didirikanlah De Poerwokertosche Hulp
en Spaarbank der Inlandsche Hoofden pada 1894 yang dikelola dan di
peruntukan untuk kalangan priyayi untuk mendapatkan Pinjaman, maka oleh
masyarakat di juluki sebagai "Bank Priyayi".
Asisten Residen Banyumas yang pada waktu itu
dijabat oleh E. Sieburgh, membantunya menjadikannya sebuah lembaga yang
resmi dan berganti nama menjadi Hulp - en Spaarbank der Inlandsche Bestuur
Ambtenaren (Bank Bantuan dan Simpanan Milik Pegawai Pangreh Praja
Berkebangsaan Pribumi) pada 16 Desember 1895. Tanggal inilah yang dijadikan
tanggal berdirinya Bank Rakyat Indonesia.
Namun pengganti E. Sieburgh yaitu
W.P.D. De Wolf van Westerrode (Asisten Residen Poerwokerto) yang pernah
mengelola sebuah bank di Jerman pada tahun 1897 bank ini di tata ulang dan
berganti nama menjadi Poerwokertosch Hulp Spaar en Landbouw
Kredietbank (Bank Bantuan Simpanan dan Kredit Usaha Tani Purwokerto).
Ini berarti bahwa De Wolf melakukan perluasan kebijakan penyaluran kredit
yang tidak hanya kepada para priyayi saja, namun pegawai kabupaten
(afdeling) juga memperoleh kesempatan untuk mendapatkan kredit dengan
catatan lolos dalam memenuhi persyaratan. Dan pada perkembangannya
Poerwokertosch Hulp Spaar en Landbouw Kredietbank lebih dikenal
dengan Volksbank atau Bank Rakyat. Ini berarti bahwa usaha
"merakyatkan" banknya telah membuahkan hasil.
Keberhasilan ini memberi pengaruh terhadap
daerah lain yang mempunyai asisten residen untuk mendirikan bank serupa.
Pendirian bank-bank di setiap daerah juga diikuti dengan pembentukan
lumbung-lumbung desa yang kelah berubah menjadi Badan kredit Desa (BKD) dan KUD.
Kemudian selanjutnya di jadikan bank sentral untuk lembaga perkreditan di
pedesaan. Pemerintah Hindia Belanda kemudian mendirikan kas sentral lewat
Keputusan Raja Belanda No.118 tertanggal 10 Juli 1912, yang tertuang dalam
Staatblad 1912 No. 392, dengan nama lembaga Centraale Kas Voor het
Volkskredietweswen.
Pendirian Kas Sentral inilah yang justru
membuat bank-bank rakyat kurang berkembang. Kemudian parlemen (Volksraad)
memutuskan untuk dibentuknya Algemene Volkskredietbank (AVB). AVB
didirikan untuk melakukan penggabungan antar bank rakyat (Volksbank
lokal) guna menghindari kesulitan finansial akibat kebangkrutan.
Pada tahun 1942 jepang datang dan berkuasa
hingga 1945, Algemene Volkskredietbank ditutup dan selanjutnya
diubah menjadi Syomin Ginko, pembukaan kembali Syomin
Ginko yang bekas AVB itu dilakukan lewat Gunseikan (penguasa
tertinggi pemerintahan militer Jepang). Dan cabang-cabangnya hanya dibuka pada
daerah yang ditempati oleh bala tentara Jepang saja. Lembaga keuangan tersebut
kemudian juga dimanfaatkan pemerintah militer Jepang untuk mendukung biaya
perang.
Setelah Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945,
Syomin Ginko pun berubah menjadi Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Secara de facto BRI dikuasai oleh pegawai Indonesia. Direksi pertama BRI adalah
M. Harsoadi (presiden direktur), M. Soegijono Tjokrowirono (direktur),
dan M. Soemantri (direktur merangkap sekretaris). Pada awalnya, BRI
berkantor di Gedung Escompto (bekas kantor Bank Escompto pada masa
penjajahan Belanda dan kantor Syomin Ginko pada masa Jepang) yang
terletak di Jakarta Kota. Pengukuhan ini terjadi pada 22 Februari 1946 melalui
peraturan pemerintah (PP). Dalam pasal 2 PP tersebut dinyatakan bahwa wilayah
kerja BRI adalah di seluruh Indonesia. Dengan dikeluarkannya PP ini, baik secara
de facto maupun de jure, BRI menjadi bank pemerintah pertama sebagai kelengkapan
negara Republik Indonesia.
Presiden pertam Indonesiapun memprakarsai
penggabungan BRI dengan Bank Tani Negara dan Nederlandsche Handels
Maatschappij (NHM) yaitu perusahaan Belanda yang telah dinasionalisasi
pada 1960 menjadi Bank Koperasi Tani dan Nelayan (BKTN). BKTN adalah
penyokong revolusi agraria yang dicetuskan pada 24 September 1960 yang bertugas
membantu usaha-usaha koperasi, pada umumnya, serta kaum tani dan nelayan pada
khususnya.
Dalam pidatonya dalam bidang ekonomi pada 28
Maret 1963, yang menegaskan strategi dasar dan kebijakan jangka pendek yang akan
ditempuh pemerintah di bidang perekonomian. Untuk mencapai tujuan itu, BKTN
memberikan fasilitas pinjaman kredit kepada nelayan dan petani untuk memperbaiki
taraf hidup mereka disertai dengan pendidikan, bimbingan, dan pengawasan.
Masa Orde Baru, Presiden Soeharto waktu
itu mencanangkan program rehabilitasi, stabilisasi, dan program pembangunan.
Untuk menyukseskan program itu, BRI dilibatkan secara aktif dengan UU No. 21
Tahun 1968 tentang Bank Rakyat Indonesia. Pada pasal 7 UU itu, ditegaskan
bahwa BRI diarahkan kepada perbaikan ekonomi rakyat dan pembangunan ekonomi
nasional dengan jalan melakukan usaha bank umum dengan mengutamakan pemberian
kredit sektor koperasi, tani, dan nelayan. BRI juga mesti membantu petani dan
nelayan dalam mengembangkan usahanya; membantu koperasi dalam menjalankan
kegiatan bidang kerajinan, perindustrian rakyat, perusahaan rakyat dan
perdagangan rakyat.
Keterlibatan BRI dalam bisnis pedesaan di awal
Pelita pertama 1969 tampak setelah ditunjuk oleh pemerintah untuk menyalurkan
kredit program bimbingan massal(bimas). Program bimas, yang terutama ditujukan
untuk menggenjot swasembada beras, mengalami beberapa kali penyempurnaan. Bentuk
penyempurnaan program bimas itu, antara lain yang cukup berhasil adalah dengan
pembentukan BRI Unit Desa. Sampai sekarang, lembaga ini masih ada dan menjadi
sahabat para petani, nelayan, dan koperasi unit desa (KUD) dalam urusan kredit.
Pada periode setelah kemerdekaan RI, berdasarkan Peraturan Pemerintah
No. 1 tahun 1946 Pasal 1 disebutkan bahwa BRI adalah sebagai Bank
Pemerintah pertama di Republik Indonesia. Dalam masa perang
mempertahankan kemerdekaan pada tahun 1948, kegiatan BRI sempat terhenti untuk sementara waktu dan baru mulai aktif kembali setelah perjanjian Renville pada tahun 1949
dengan berubah nama menjadi Bank Rakyat Indonesia Serikat. Pada waktu
itu melalui PERPU No. 41 tahun 1960 dibentuklah Bank Koperasi Tani dan
Nelayan (BKTN) yang merupakan peleburan dari BRI, Bank Tani Nelayan dan
Nederlandsche Maatschappij (NHM). Kemudian berdasarkan Penetapan
Presiden (Penpres) No. 9 tahun 1965, BKTN diintegrasikan ke dalam Bank
Indonesia dengan nama Bank Indonesia Urusan Koperasi Tani dan Nelayan.
Setelah berjalan selama satu bulan, keluar Penpres No. 17 tahun 1965 tentang pembentukan bank tunggal dengan nama Bank Negara Indonesia. Dalam ketentuan baru itu, Bank Indonesia Urusan Koperasi, Tani dan Nelayan (eks BKTN) diintegrasikan dengan nama Bank Negara Indonesia unit II bidang Rural, sedangkan NHM menjadi Bank Negara Indonesia unit II bidang Ekspor Impor (Exim).
Berdasarkan Undang-Undang No. 14 tahun 1967 tentang Undang-undang Pokok Perbankan dan Undang-undang No. 13 tahun 1968 tentang Undang-undang Bank Sentral, yang intinya mengembalikan fungsi Bank Indonesia sebagai Bank Sentral dan Bank Negara Indonesia Unit II Bidang Rular dan Ekspor Impor dipisahkan masing-masing menjadi dua Bank yaitu Bank Rakyat Indonesia dan Bank Ekspor Impor Indonesia. Selanjutnya berdasarkan Undang-undang No. 21 tahun 1968 menetapkan kembali tugas-tugas pokok BRI sebagai bank umum.
Sejak 1 Agustus 1992 berdasarkan Undang-Undang Perbankan No. 7 tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah RI No. 21 tahun 1992 status BRI berubah menjadi perseroan terbatas. Kepemilikan BRI saat itu masih 100% di tangan Pemerintah Republik Indonesia. Pada tahun 2003, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk menjual 30% saham bank ini, sehingga menjadi perusahaan publik dengan nama resmi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., yang masih digunakan sampai dengan saat ini.
Setelah berjalan selama satu bulan, keluar Penpres No. 17 tahun 1965 tentang pembentukan bank tunggal dengan nama Bank Negara Indonesia. Dalam ketentuan baru itu, Bank Indonesia Urusan Koperasi, Tani dan Nelayan (eks BKTN) diintegrasikan dengan nama Bank Negara Indonesia unit II bidang Rural, sedangkan NHM menjadi Bank Negara Indonesia unit II bidang Ekspor Impor (Exim).
Berdasarkan Undang-Undang No. 14 tahun 1967 tentang Undang-undang Pokok Perbankan dan Undang-undang No. 13 tahun 1968 tentang Undang-undang Bank Sentral, yang intinya mengembalikan fungsi Bank Indonesia sebagai Bank Sentral dan Bank Negara Indonesia Unit II Bidang Rular dan Ekspor Impor dipisahkan masing-masing menjadi dua Bank yaitu Bank Rakyat Indonesia dan Bank Ekspor Impor Indonesia. Selanjutnya berdasarkan Undang-undang No. 21 tahun 1968 menetapkan kembali tugas-tugas pokok BRI sebagai bank umum.
Sejak 1 Agustus 1992 berdasarkan Undang-Undang Perbankan No. 7 tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah RI No. 21 tahun 1992 status BRI berubah menjadi perseroan terbatas. Kepemilikan BRI saat itu masih 100% di tangan Pemerintah Republik Indonesia. Pada tahun 2003, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk menjual 30% saham bank ini, sehingga menjadi perusahaan publik dengan nama resmi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., yang masih digunakan sampai dengan saat ini.
Labels:Perbankan
Subscribe to:
Post Comments
(Atom)
Blog Under Construction
0 comments:
Post a Comment